Menghargai Anugerah Anak dan Kesucian Pernikahan

Share

Setiap kali saya melihat bayi, rasanya tidak sabar untuk menggendong dan memeluknya karena keimutannya. Mungkin Anda merasakan hal yang sama? Ini semua adalah bagian dari positive feedback loop—ketika kita merawat bayi, tubuh kita melepaskan oksitosin, membuat kita merasa bahagia dan terhubung. Kehadiran anak-anak dalam hidup kita adalah sebuah anugerah yang luar biasa, seperti yang kami rasakan dengan lahirnya putra kami, Maximilian, pada 15 Agustus lalu. Dia sangat lucu, imut, dan menggemaskan, serta telah membawa kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan kami.

Dalam bacaan Injil hari ini, khususnya dalam Markus 10:2-16, Yesus mengajak kita untuk merenungkan nilai dari anak-anak dan kesucian pernikahan. Mari kita simak bersama!

Pertanyaan dari Orang Farisi

Dalam perjalanan-Nya, Yesus dihadapkan oleh orang-orang Farisi yang ingin menguji-Nya dengan pertanyaan: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?” Mereka mengutip perintah Musa yang mengizinkan perceraian. Namun, Yesus tidak terjebak dalam argumen itu.

Ajaran Yesus tentang Pernikahan

Yesus dengan tegas menjelaskan bahwa perceraian bukanlah kehendak Allah. Sejak awal penciptaan, Allah menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan dan menginginkan agar mereka bersatu menjadi satu daging. Dengan tegas, Dia menekankan bahwa apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.

Bayangkan betapa berharganya pernikahan ketika kita menyadari bahwa ini adalah panggilan untuk saling mendukung, mencintai, dan menjaga komitmen satu sama lain. Kami merasakan hal ini lebih dari sebelumnya, terutama dengan kehadiran Maximilian yang semakin mempererat hubungan kami.

Anak-Anak dalam Kerajaan Allah

Setelah membahas pernikahan, Yesus juga menunjukkan perhatian-Nya yang mendalam terhadap anak-anak. Ketika orang-orang membawa anak-anak kecil kepada-Nya, murid-murid-Nya memarahi mereka. Namun, Yesus marah kepada murid-murid-Nya dan berkata, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.”

Anak-anak adalah contoh sempurna dari ketulusan dan kepercayaan. Yesus mengajak kita untuk menerima Kerajaan Allah dengan hati yang terbuka seperti seorang anak kecil. Dia memeluk dan memberkati anak-anak itu, menegaskan bahwa mereka memiliki tempat istimewa dalam hati Allah.

Refleksi dan Panggilan

Bacaan ini mengajak kita untuk merenungkan sikap hati kita. Dalam dunia yang seringkali menganggap anak-anak sebagai beban, Yesus mengingatkan kita bahwa mereka adalah anugerah yang sangat berharga. Kami merasakan hal ini dengan kehadiran Maximilian yang tidak hanya lucu dan menggemaskan, tetapi juga menjadi harapan dan masa depan bagi kami.

Selain itu, mari kita jaga kesucian pernikahan kita. Dengan saling menghargai dan mendukung, kita membangun keluarga yang mencerminkan kasih Allah. Dalam perjalanan hidup ini, mari kita berkomitmen untuk mencintai dan menghargai satu sama lain, serta menjadikan setiap anak sebagai bagian dari perjalanan iman kita.